INFOBDL.COM - Bagi warga Braja Emas, Way Jepara, menyeberangi sungai untuk bercocok tanam adalah pertarungan hidup dan mati. Hewan buas penghuni sungai kerap mengintai dan dapat menyergap sewaktu-waktu. Menyudutkan warga setempat yang hampir semuanya petani pada pilihan menghadapi buaya atau tidak bisa menghidupi keluarga.
Triwoto (70) warga desa Braja Emas, mengungkapkan kekhawatirannya, "Dulu daerah ini rawa dan masih ada buaya sampai sekarang. Banyak yang sudah jadi Korban. Yang terbesar pernah kami temui panjangnya mencapai 7m. Kami harus berhati-hati jika ingin menyeberang, terutama di musim hujan, air akan naik dan semakin berbahaya." katanya.
Eni Suprihatin (50) warga Desa Braja Emas lainnya menyatakan hal yang sama, Eni bahkan sempat termenung ketika menceritakan kesulitannya.
"Terus terang saya merasa berat jika harus mengambil hasil bumi di desa sebelah." katanya
Petani Desa Braja Emas memang sebagian besar lahan pertaniannya berada di desa Braja Gemilang, dan bukan tidak ada jembatan sama sekali untuk menyeberang, namun jembatan yang ada jaraknya cukup jauh dari desa. Sekitar 5km dari lahan sawah terdekat, atau 10km pulang pergi.
H. Slamet (50) Kepala Desa Braja Emas pernah bersama-sama warga membangun jembatan kayu sederhana, tapi tidak bertahan lama. Membuat warga kembali disekap rasa was-was.
Harapan ternyata tidak pernah sirna, beberapa hari yang lalu tim Vertical Rescue Indonesia (VRI) Lampung datang menghadap kepala desa, menyampaikan bahwa mereka mendapat perintah dari Gubernur M.Ridho Ficardo untuk membangun jembatan di desa tersebut.
Tim VRI pun tidak datang sendirian, mereka dibantu Pramuka Peduli dan Taruna Siaga Bencana (Tagana). Bahu membahu bersama warga setempat menghidupkan tradisi khas bangsa kita yang mungkin hampir terlupakan: Gotong-royong!
Kini jembatan gantung sepanjang 58m itu membentang kokoh, menyambung harapan-harapan warga setempat dan menjembatani kebersamaan.
"Jembatan ini di bangun secara bersama-sama, merawatnya berarti merawat kebersamaan" ucap Gubernur Ridho saat meresmikan jembatan tersebut, Selasa (06/02/2018) siang.
Jembatan di desa Braja Emas memang hanya jembatan gantung sederhana, bukan jembatan beton dengan kerangka baja yang menjulang. Tapi, keberadaannya jelas sangat membantu warga setempat, apalagi kalau urusannya soal hidup dan mati.
Dengan sentuhan kebersamaan, gotong-royong dan kearifan lokal warga setempat, pembangunan jembatan telah mengangkat rasa takut yang selama ini menjadi momok bagi Triwoto, Eni Suprihatin, Slamet dan ribuan warga lainnya yang hendak menjemput harapan di seberang sungai.(RG)
Triwoto (70) warga desa Braja Emas, mengungkapkan kekhawatirannya, "Dulu daerah ini rawa dan masih ada buaya sampai sekarang. Banyak yang sudah jadi Korban. Yang terbesar pernah kami temui panjangnya mencapai 7m. Kami harus berhati-hati jika ingin menyeberang, terutama di musim hujan, air akan naik dan semakin berbahaya." katanya.
Eni Suprihatin (50) warga Desa Braja Emas lainnya menyatakan hal yang sama, Eni bahkan sempat termenung ketika menceritakan kesulitannya.
"Terus terang saya merasa berat jika harus mengambil hasil bumi di desa sebelah." katanya
Petani Desa Braja Emas memang sebagian besar lahan pertaniannya berada di desa Braja Gemilang, dan bukan tidak ada jembatan sama sekali untuk menyeberang, namun jembatan yang ada jaraknya cukup jauh dari desa. Sekitar 5km dari lahan sawah terdekat, atau 10km pulang pergi.
H. Slamet (50) Kepala Desa Braja Emas pernah bersama-sama warga membangun jembatan kayu sederhana, tapi tidak bertahan lama. Membuat warga kembali disekap rasa was-was.
Harapan ternyata tidak pernah sirna, beberapa hari yang lalu tim Vertical Rescue Indonesia (VRI) Lampung datang menghadap kepala desa, menyampaikan bahwa mereka mendapat perintah dari Gubernur M.Ridho Ficardo untuk membangun jembatan di desa tersebut.
Tim VRI pun tidak datang sendirian, mereka dibantu Pramuka Peduli dan Taruna Siaga Bencana (Tagana). Bahu membahu bersama warga setempat menghidupkan tradisi khas bangsa kita yang mungkin hampir terlupakan: Gotong-royong!
Kini jembatan gantung sepanjang 58m itu membentang kokoh, menyambung harapan-harapan warga setempat dan menjembatani kebersamaan.
"Jembatan ini di bangun secara bersama-sama, merawatnya berarti merawat kebersamaan" ucap Gubernur Ridho saat meresmikan jembatan tersebut, Selasa (06/02/2018) siang.
Jembatan di desa Braja Emas memang hanya jembatan gantung sederhana, bukan jembatan beton dengan kerangka baja yang menjulang. Tapi, keberadaannya jelas sangat membantu warga setempat, apalagi kalau urusannya soal hidup dan mati.
Dengan sentuhan kebersamaan, gotong-royong dan kearifan lokal warga setempat, pembangunan jembatan telah mengangkat rasa takut yang selama ini menjadi momok bagi Triwoto, Eni Suprihatin, Slamet dan ribuan warga lainnya yang hendak menjemput harapan di seberang sungai.(RG)