Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana yang melakukan Tindak Pidana Narkotika - INFOBDL.COM

Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana yang melakukan Tindak Pidana Narkotika

Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa pada Pasal 14 Ayat (1) Huruf K yang dimaksud dengan pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. bahwa pemberian pembebasan bersyarat dilakukan untuk memberikan motivasi dan kesempatan kepada narapidana untuk mendapatkan kesejahteraan sosial, pendidikan, keterampilan guna mempersiapkan diri di tengah masyarakat serta mendorong peran serta masyarakat untuk secara aktif ikut serta mendukung penyelenggaraan sistem pemasyarakatan.
Pembebasan Bersyarat merupakan salah satu proses untuk memulihkan hidup, kehidupan dan penghidupan bagi Narapidana. Dijelaskan Dalam seminar kriminologi ke I tahun 1986 di Semarang, Bahroedin Soerjobro mengenai pemasyarakatan yaitu
“pemulihan kembali kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan, yang terjalin antara manusia dengan pribadinya, manusia dengan sesamanya, manusia dengan masyarakat, manusia dengan keseluruhan, manusia dengan alamnya dan (dalam keseluruhan ini) manusia sebagai makhluk Tuhan, manusia dengan khaliknya.”

Ada perbedaan syarat-syarat yang diberikan bagi narapidana untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat. Perbedaan syarat-syarat ini didasarkan terhadap tindak pidana yang telah dilakukan oleh narapidana. Sebagaimana dijelaskan pada Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 dan juga Permenkumham No. 3 Tahun 2018 bahwa ada perbedaan syarat-syarat yang diberikan khususnya bagi Narapidana yang melakukan Tindak Pidana Narkotika, Tindak Pidana Terorisme, tindak pidana korupsi, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. Perbedaan persyaratan untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat dilakukan untuk meningkatkan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.
Pasal 82 Permenkumham No. 3 Tahun 2018 syarat pemberian Pembebasan Bersyarat bagi narapidana yaitu Pembebasan Bersyarat dapat diberikan kepada Narapidana yang telah memenuhi syarat: 
  1. Telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan;
  2. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana; 
  3. Telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; dan
  4. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana. 

Dilanjutkan pada Pasal 85 bahwa Pemberian Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana yang dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika serta psikotropika, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 juga harus memenuhi syarat: Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; 
  1. Telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan; dan 
  2. Telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.
Dapat disimpulkan bahwa perbedaan terjadi ketika Narapidana yang melakukan Tindak Pidana narkotika menjalani pidana Penjara selama paling singkat 5 tahun dengan narapidana yang melakukan Tindak Pidana narkotika yang menjalani pidana penjara dibawah 5 tahun. Dijelaskan pada Pasal 85 Permenkumham No. 3 Tahun 2018 bahwa harus bersedia bekerja sama (Juctice Collaborator) dan juga sudah menjalani Asimilasi paling singkat satu perdua (setengah) dari sisa masa pidana.
Juctice Collaborator (JC) dapat dilaksanakan baik itu bekerja sama dengan Kepolisian mapun pada saat didalam persidangan yaitu pada saat proses persidangan dengan Jaksa. Berdasarkan SEMA no. 04 Tahun 2011 tentang perlakukan bagi pelapor tindak pidana (Whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerjasama (Juctice Collaborators) didalam perkara tertentu, bahwa dalam upaya menumbuhkan partisipasi publik guna mengungkap tindak pidana dan menciptakan iklim yang kondusif antara lain dengan cara memberikan perlindungan hukum serta perlakuan khusus kepada setiap orang yang mengetahui, melaporkan, dan/atau menemukan suatu hal yang dapat membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap dan menangani tindak pidana secara efektif. Berdasarkan SEMA No. 04 Tahun 2011, bahwa pedoman untuk menentukan seseorang sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (Juctice Collaborator) yaitu
  1. Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA yaitu Tindak Pidana Korupsi, Terorisme, Tindak Pidana Narkotika, Tindak Pidana Pencucian Uang, perdagngan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisis, telah menimbulkan masalah dan ancaman yang serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat sehingga meruntuhkan lembaga serta nilai-nilai demokrasi, etika dan keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum
  2. Pelaku tindak pidana telah mengkui kejahatan yang dilakukannya dan bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi didalam proses peradilan
  3. Jaksa Penuntut Umum didalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dn bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat engungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset/hasil suatu tindak pidana (Oleh : Sri Rahayu, S.H., NIP : 196608101991032001, Bapas Kelas II Bandar Lampung)

Bagikan artikel ini

Pasang Iklan Gratis